Acara Nyangku di Alun-alun

Acara Nyangku di Alun-alun

Selasa, 12 April 2016

Melihat Panjalu Jaman Hindia Belanda (Bagian 2)

Situ Lengkong Panjalu sejak jaman Belanda sudah menjadi salah satu tujuan wisata di daerah Priangan selain Garut. Dalam buku GIDS VAN BANDOENG EN MIDDEN-PRIANGAN terbitan tahun 1927 situ Panjalu (Meer Van Pandjaloe) dapat diakses dengan mobil dari Bandung kurang lebih 4 jam melalui Cicalengka, Nagrek, Blubur, LImbangan, Malangbong, Ciawi dan Panjalu dengan jarak 99 Km. Maka tidak heran situ Lengkong sudah mendapat liputan yang banyak dari turis yang berkunjung ke sana. Pada jaman itu foto-foto keindahan situ Lengkong menghiasi buku, majalah dan kartu pos pada saat itu.

Tercatat orang terkenal yang telah mengunjungi situ Panjalu adalah Louis Couperus, seorang novelis Belanda yang berkunjung pada tahun 1921. Beliau melukiskan dalam tulisannya pada tahun 1923 bahwa situ Panjalu lebih tenang daripada situ Bagendit. Tentang museum Louis Couperus bisa dilihat di sini. Juga pelukis berdarah Perancis dan Indonesia Ernest Dezentje pernah berkunjung ke sini pada tahun 1919 dan mengabadikan keindahan situ Panjalu pada lukisan kanvas (lihat di bawah).

Di bawah ini beberapa foto situ Lengkong pada masa kolonial.

Gambar di samping ini adalah lukisan tentang situ Lengkong tahun 1850. Ini merupakan gambar yang paling tua yang pernah saya jumpai.










Gambar diambil dari sudut dekat pintu gerbang utama.


















Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada  kartu pos berwarna tahun 1909. Kartu pos diprint berwarna dan berkualitas bagus. Gambar diambil dari sudut pintu gerbang menuju bibir situ. Di pinggir situ terlihat gubuk tempat mengambil ikan.

Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada  kartu pos hitam putih. Diperkirakan lebih lama daripada kartu pos yang di atas. Gambar diambil dari sudut yagn sama dengan kartu pos di atas, tapi tidak terlihat jalan menuju bibir situ.














Kartu pos dengan gambar kakek-kakek penduduk lokal yang sedang mencari ikan pada tahun 1920. Perahu yang dipakai berbentuk kayu gelondongan yang dilubangi.








Gambar di samping adalah lukisan di atas canvas tahun 1919 dalam ukuran 43 x 63cm. Di depan tampak jalan menuju bibir situ tapi di bawah tidak terlihat saung. Dilukis oleh Ernest Dezentje tahun 1919 . Ernest Dezentjé dilahirkan di Jatinegara Jakarta tanggal 17 Agustus 1884. Ayahnya merupakan seorang warganegara Belanda keturunan Perancis yang menjadi pengusaha pabrik gula, sedangkan ibunya seorang Indonesia. Dezentjé merupakan seorang pelukis otodidak yang mulai melukis pada usia 30 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar