Nyangku 2011

Senin, 04 Desember 2017

Kisah Aria Sacanata : Ketika Kumis Sultan Agung Dicukur Ludas Bupati Panjalu

Salah satu kisah menarik yang mulai samar terlupakan adalah sepak terjang tokoh kharismatik bernama Raden Aria Sacanata yang merupakan turunan ke lima atau udeg-udeg dari Prabu Borosngora. 
Ayahnya adalah Dipati Natabaya  sedangkan ibunya bernama Apun Emas, putri dari Maharaja Kawali dan Apunianjung (dalam Legenda Panji Boma dikenal dengan nama Nyi Anjung Sari, dalam versi cerita yang berbeda).
Tokoh ini memiliki riwayat hidup yang luar biasa karena terkenal dengan keberanian dan kesaktiannya. Aria Sacanata menjabat sebagai bupati Panjalu sementara mewakili keponakannya yang masih kecil bernama Aria Wirabaya, putra dari Aria Sumalah, kakaknya yang meninggal saat menjabat bupati Panjalu. 
 Saat itu Panjalu merupakan bagian dari Kesultanan Cirebon yang tunduk kepada Mataram. Ketika keponakannya menginjak remaja maka diutuslah ia ke Mataram untuk seba upeti. Namun Sultan Mataram langsung melantik Aria Wirabaya menjadi bupati Panjalu tanpa sepengetahuan Aria Sacanata yang kemudian merasa tersinggung.
 Bukan karena masalah tahta, karena keponakannya memang berhak atas jabatan Bupati, namun cara Sultan Mataram dianggap tidak menghargainya dan telah mempermalukannya. 
 Karena sakit hati Aria Sacanata pergi ke Gandakerta dan bertapa di pohon Soka dengan posisi Waringin Sungsang yaitu kaki di atas dan kepala di bawah. Dalam tapanya selama tiga tahun, Aria Sacanata memohon diberikan kedigjayaan dan bersumpah  agar keturunananya menjadi bupati-bupati di tatar Priangan. Setelah berhasil Aria Sacanata tinggal di kediaman mertuanya, Sinuhun Ciburuy di Talaga, wilayah kerajaan Majalengka saat ini.
 Suatu waktu, mertuanya mengutus dirinya untuk seba ke Mataram. Maka digunakanlah kesempatan itu untuk membalas sakit hatinya kepada Sultan Mataram. Setibanya di keraton Mataram, Arya Sacanata menggunakan aji halimunan untuk  menyelinap ke lingkungan kraton Mataram. Ketika sang sinuhun terlelap di peraduannya Aria Sacanata mencukur kumis dan rambut Sinuhun hanya bagian kanannya saja sehingga tampang sultan Mataram ini menjadi aneh dan lucu.

Singkat cerita, Sang Sinuhun murka. Semua bupati Sunda yang hadir pada acara seba diperiksa. Cirebon pun dituduh, namun menolak dan melemparkan tuduhan terhadap Talaga yang mengutus Aria Sacanata. Ketika hendak ditangkap, Aria Sacanata sudah menghilang. Mataram pun segera mengirimkan pasukannya untuk mencari dan membekuknya.
 Namun  usaha itu sia-sia, walau pernah berpapasan dan menangkapnya, Aria Sacanata berhasil melepaskan diri dengan mengaku bernama Aria Salingsingan. (Dalam bahasa Sunda (pa)Salingsingan artinya (ber)papas an).
Lambat laun setelah puas mempermainkan Sang Sinuhun dan pasukannya, Aria Sacanata pun menyerahkan diri,  dan langsung dijatuhi hukuman mati dengan cara dijadikan peluru meriam sundut.  Eksekusi pun berlangsung di Alun-alun keraton dan disaksikan banyak orang. Tubuh Aria Sacanata yang diikat rantai segera dimasukan ke lubang meriam yang telah siap dinyalakan.
 Tak lama kemudian ledakan dahasyat pun terdengar diiringi dengan terlontarnya tubuh Aria Sacanata ke angkasa. Namun dengan kesaktiannya ketika mendarat ternyata tubuhnya masih utuh dan tidak terluka sama sekali bahkan mampu berdiri sambil bertolak pinggang dan tertawa terbahak-bahak, kemudian menghilang di tengah kerumunan orang yang masih terpana melihat kejadian itu.
 Tokoh Aria Sacanata diperkirakan hidup antara tahun 1550-1600 M, sejaman dengan Panembahan Ratu yang menjadi Sultan Cirebon, dan Geusan Ulun yang berkuasa di Sumedang sekitar tahun 1570 -1580.
Sumber: https://sportourism.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar