Nyangku 2011

Selasa, 20 September 2016

Badak Asal Karangnunggal Tasikmalaya

Badak Karangnunggal yang diawetkan di Museum Bogor
Pada tahun 1914 di daerah Karangnunggal Tasikmalaya hidup sepasang Badak Jawa atau  Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus), namun kemudian diketahui badak betina dibunuh pemburu gelap sehingga badak jantan yang sudah tua dan tidak mungkin dipindahkan ke Cagar Alam Ujungkulon berkumpul dengankerabatnya yang dulu jumlahnya tidak mencapai 50 ekor seperti sekarang ini,atau urban ke kebun binatang diputuskan untuk diburu demi ilmu pengetahuan serta koleksi museum zoologi, karena jika dibiarkan tetap di habitat yang tidak tepat maka badak tersebut kemungkinan bernasib sama dengan yang betina. 

Perburuan terhadap binatang herbivora ini tidak pernah berhenti, nilai ekonomis sebuah cula menjadi pemicu para pemburu gelap untuk terus menerus membantainya. Di penangkaran pun Badak Jawa yang dulu sering ditafsirkan sebagai Badak India tidak bernasib lebih baik, oleh sebab itu tidak satupun satwa yang dulu kulitnya digunakan untuk membuat baju baja tentara Tiongkok dikoleksi kebun binatang. Badak Jawa yang hidup di kebun binatang atau penangkaran pada tahun 1800-n hingga 1907 tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, bahkan usia badak yang ditangkarkan hanya mencapai usia 20 tahun, separuh dari usia yang bisa dicapai jika badak hidup di habitat aslinya.
Badak Jawa terakhir yang ditembak di Karangnunggal
Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah maka pada tahun 1934 lebih tepatnya pada tanggal 31 Januari para petugas dari museum berhasil menembak mati badak yang sebatang kara itu dengan sebutir peluru Mauser kal 9.3 dan membawa satwa langka yang berbobot 2280 kg serta memiliki ukuran panjang sekitar  3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m ini ke Pusat Penelitian Biologi, LIPI. Hingga kini Satwa asal Karangnunggal Tasikmalaya terpajang dalam sebuah kotak kaca di Museum Zoologi Bogor, berdiri kaku… menatap tanpa ucap. Kitalah yang harus berucap“deudeuh teuing, dak”.



Penyebaran Badak Jawa
Badak jawa ini merupakan satwa langka yang jumlah dan penyebarannya sangat terbatas. Di Indonesia rhino ini hanya terdapat di bagian barat pulau Jawa, tepatnya di kawasan hutan Taman Nasional Ujung Kulon (untuk selanjutnya Taman Nasional disingkat menjadi TN). Kawasan hutan TN Ujung Kulon berada pada daerah administratif  Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Di Indonesia, badak Jawa dahulu diperkirakan tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Di Sumatera saat itu badak Jawa tersebar di Aceh sampai Lampung. Di Pulau Jawa, badak Jawa pernah tersebar luas diseluruh Jawa. Badak Jawa kini hanya terdapat di Ujung Kulon, Banten.

1833 masih ditemukan di Wonosobo,
1834 di Nusakambangan, 1866 di Telaga Warna,
1867 di Gunung Slamet,
1870 di Tangkuban Perahu,
1880 di sekitar Gunung Gede Pangrango,
1881 di Gunung Papandayan,
1897 di Gunung Ceremai
1912 masih dijumpai di sekitar daerah Kerawang.
Frank pada tahun 1934 telah menembak seekor badak Jawa jantan dari Karangnunggal di Tasikmalaya, sekarang specimennya disimpan di Museum Zoologi Bogor. Menurut catatan merupakan individu terakhir yang dijumpai di luar daerah Ujung Kulon.

Badak Jawa yang terbunuh tahun 1895 oleh pemburu Eropa
Sedangkan penyebaran di luar negeri menurut catatan pernah ada di kawasan hutan Negara Vietnam, namun sekarang tidak pernah ditemukan lagi dan dinyatakan sudah punah. Dengan demikian Rhino Jawa ini dapat dikatakan sebagai satwa langka endemik Banten. Yang dimaksud dengan endemik ini berarti satwa asli dan hanya dapat ditemui disuatu daerah saja dalam hal ini di daerah Banten.

Pada tahun 1910 badak Jawa sebagai binatang liar secara resmi telah dilindungi Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1921 berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection of Nature, Ujung Kulon oleh pemerintah dinyatakan sebagai Cagar Alam. Keadaan ini masih berlangsung terus sampai status Ujung Kulon diubah menjadi Suaka Margasatwa di bawah pengelolaan Jawatan Kehutanan dan Taman Nasional pada tahun 1982.

Upacara Nyangku tahun 2016 dilaksanakan dua kali

Tahun 2016 ini sepertinya tahun yang unik bagi masyarakat Panjalu dan sekitarnya, karena di tahun yang sama diselenggarakan festival budaya Nyangku sebanyak 2 kali. Nyangku yang pertama telah dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2016 silam, dan yang kedua akan dilaksanakan pada tanggal 26 Desember 2016 nanti.

Hal ini disebabkan karena festival budaya Nyangku dilaksanakannya didasarkan pada kalender Hijriyah, yaitu pada setiap bulan Maulid (Rabiul Awal), sedangkan bulan Maulid tahun ini jatuh pada bulan Januari awal, karena tahun Hijriyah lebih sedikit 10 hari, bulan Maulid tahun hijrah berikutnya jatuh pada bulan Desember di tahun Masehi yang sama (2016).

Karena bertepatan dengan liburan panjang (libur sekolah, libur Natal dan tahun baru) diprediksikan acara Nyangku yang kedua di tahun ini akan lebih meriah dari acara Nyangku yang pertama. Kita tunggu saja rangkaian acara yang akan diumumkan pihak pantia.

Lihat juga:
Jadwal acara Nyangku 2016 (pertama)
Nyangku 2016
Nyangku jaman Belanda
Bumi Alit Panjalu
Upacara Nyangku


Kamis, 01 September 2016

Festival Budaya Nyangku Panjalu 2016

Rundown Acara Festival Budaya Nyangku Panjalu  Bulan Desember 2016


26 September s/d 4 Nopember 2016
Pengambilan Tirta Kahuripan Untuk Upacara Nyangku

12-27 Desember 2016
Bazar di depan pasar dan terminal Panjalu

22 Desember 2016
08.00 - Selesai
SAMIDA Helaran seni budaya dan pengajian

23 Desember 2016
14.00-17.00
Prosesi penyerahan tirta kahuripan untuk upacara nyangku

25 Desember 2016
08.00 - selesai
Mauludan Pemdes di Taman Borosngora

26 Desember 2016
Upacara Nyangku
Helaran Budaya
Prosesi Pencucian Pusaka

27 Desember 2016
Pembersihan Pusaka


Motocross
24-25 Desember 2016